SENI
DAN TRADISI BUDAYA BETAWI
Orang
Betawi bercakap dalam bahasa Melayu, mereka menyebut dirinya sebagai orang
Betawi atau orang selam. Komunitas Betawi , diurus oleh empat Kumendan
(comandant), seorang hooefdjaksa, empat orang ajun-jaksa, dan dua belas ajudan. Dibawah ajudan ada Bek, atau Wijkmeester
(kepala kampung). Tuan Bek dibantu seorang Tuwide, dan dua orang serean.
Mereka
yang berpangkat ajudan ke atas sehari-harinya mengenakan celana dan baju laken,
kain sarungnya dilipat keatas setinggi lutut, dan bersepatu. Bajunya pada
bagian leher dan lengan diberi pelisir renda. Lebar sempitnya renda
mengindifikasi tinggi rendahnya pangkat yang bersnagkutan. Mengenakan ikat
kepala (setangan, RS) yang disebut bungkus kul, tetapi tidak mengenakan
keris. Tuan Bek , dan bawahannya,
mengenakan celana panjang, sarung dilipat ke atas sampai lutut. Memakai ikat
pinggang lebar. Bajunya berpotongan setengah jas, ikat kepala bergaya bungkus kul, tidak bersepatu, tapi memakai
ceripu, dan juga membawa keris. Ciri khas Tuan Bek adalah memakai arloji
rantai.
Wanita
Betawi berpakaian seperti Nyai, kainnya sarung sutera, memakai pending, tidak
memakai kemben-selendang penutup dada. Berkebaya besar kedombrongan yang
dilengkapi peniti, dan memakai subang kerabu. Rambut disanggul gaya ekor bebek,
atau ekor udang, dengan tusuk konde. Yang kaya mengenakan selop berbenang emas,
atau berbunga-bunga.
Ngarak
Penagnten
Mempelai
laki-laki berjubah dan bersorban seperti khatib Jum’at, dan di tambah dengan
aksesori. Jubah dan sorbannya berenda, selendang sutera berbunga-bunga dililit
dileher, dan masih lagi berkalung bunga. Mengenakan celana dibuat dari batik,
atau sutera yang dihiasi benang emas. Penganten laki-laki menunggang kuda kecil
dan jinak yang dituntun. Jenis kuda
tunggangnya sama dengan kuda Hela Kahar (semacam sado).
Perempuannya
didandani seperti penganten Cina. Memakai gelang, kalung, anting-anting, dan
kelat-bau (sejenis gelang yang dikenakan di bahu, serta sumping aksesoris
terbuat dari kulit atau karton yang dilekatkan di daun telinga). Penganten
perempuan duduk di atas tandu berbentuk
mesjid yang dipanggul empat orang.
Formasi
prosesi adalah sebagai berikut:
1. Unit
pertama adalah sepasang ondel-ondel.
2. Unit
kedua barisan remaja pesilat berseragam membawa senjata Cina yang bernama toya.
3. Unit
ketiga adalah barisan santri yang menabuh rebana sambil membaca selawat.
4. Unit
keempat adalah penganten pria.
5. Unit
kelima adalah regu musik tanjidor.
6. Unit
keenam adalah kelompok musik tradisional Betawi dengan instrumen gendang,
ketipung, kempul, gong, dan kenong.
7. Unit
ketujuhh adalah penganten perempuan.
8. Unit
kedelapan adalah pengiring penganten perempuan, atau dalam bahasa Betawi
disebut pengejek. Jika arak-arakan
sudah kembali pulang , mereka duduk bersanding
di puade, yaitu kursi yang
berhiass bunga-bunga kertas.
Nilai
falsafi yang terkandung dalam formasi prosesi penganten adalah, penempatan.
Ondel-ondel berfungsi sebagai penyapu
ranjau makhluk halus yang mungkin akan
mengganggu upacara. Dalam weltanschuung
orang Betawi, ada susunan kekuatan supra natural, yang disimbolisasi pada
keberadaan makhluk halus, yang mempengaruhi kehidupan manusia. Orang Betawi
tidak mempercayai bahwa sesuatu benda itu mengandung kekuatan gaib. Tapi mereka
yakin bahwa kekuatan supra natural itu ada dan perlu diajak berdamai agar tidak
mengganggu.
Orang
betawi tidak semua yakin bahwa dalam benda-benda tertentu seperti keris, batu
cincin, dan jimat itu ada mananya. Itulah sebabnya orang betawi tidak punya
keris. Mereka ada yng menyukai batu cincin sekedar untuk aksesori saja, dan
disukai adalah batu akik hitam yang
besarnya seperti telur burung. Bendda sejenis
batu cincin tidak dianggap bertuah, padanan kata tuahtidak ada dalam bahasa
Betawi.istilah Betawi yang menyerupai ‘tuah’ adalah ‘wisit’, membawa kemujuran,
dan ‘asian’ dapat disamakan dengan awet.
Senjata
untuk membela diri menurut cara Betawi adalah :
1. Pisau
Serut/ piso raut yang cara membawanya bergaya Hadramaut yaitu disisipkan di
perut.
2. Golok
3. Toya
4. Cukin,
yaitu sepotong kain yang mempunyai multi-guna. Cukindipakainya dengan
dililitkan dipinggang, atau diselempangkan dileher. Cukin berfungsi untuk alas
shalat, menguatkan gigi dengan cara menggigit cukin yang basah, menarik golok ,
yaitu menyambar golok dari tangan lawan, dan terakhir untuk ikat pinggang.
Benyamin
dalam perspektif kebudayaan Betawi
Memperingati
Benyamin Su’eb, berarti mengenang seorang seniman Betawi dengan bobot Nasional,
bahkan regional. Karena nama penyanyi, pelawak, bintang film dan sinetron ini
juga dikenal dinegara jiran malaysia dan Brunei. Melejitnya Benyamin dalam
blantika hiburan Indonesia tidak Cuma
didukung oleh bakatnya yang cemerlang dalam seni vokal dan acting.
Tetapi kemampuannya yang mencengangkan dalam memberi warna Betawi dalam
ekspresi seninya justru merupakan kata kunci keberhasilan Benyamin.
Ciri
budaya Betawi yang paling menonjl adalah
humornya yang spontan dengan menggunakan metapora yang mengandung kejutan serta
gaya penuturan yang tidak membosankan. Artikulasi huor yang khas itu berangkat
dari tradisi ‘ngerahul’, yaitu kebiasaan anak-anak Betawi untuk membuat
kisah-kisah jenaka yang dituturkan dilingkungan kerabat sekedar untuk
mengahalau kejenuhan. Dalam humor Betawi versi tukang cerita Haji Ja’it, atau
cerita kocak Firman Muntaco, atau syair lagu Benyamin. Ada kesan iseng, tapi
keisengan yang menghibur.
Kesimpulan
Kebudayaan
Betawi makin luas melebihi wilayah
administrasinya. Dan orang Betawi itu merupakan inti masyarakat Jakarta,
sebagaimana dikatakan oleh Presiden Soeharto. Bagi masyarakat luas, sifat yang
paling menonjol dari orang Betawi adalah seleranya yang tinggi terhadap humor.
Boleh dikatakan, tidak ada orang Betawi, baik tua maupun muda, baik perempuan maupun laki-laki, yang tidak
dapat melucu. Bias-bias humor itu terasa pada setiap bentuk komunikasi orang
Betawi, sekalipun dalam memberi nasehat yang mestinya 100% serius.
Pantun
dibawah ini berisi nasehat agar anak-anak, atau siapapun, tidak kentut
sembarangan , maka nasehat berpantun nasehat itupun tidak luput dari nuasa
kocak. Begini bunyinya.
Dang-dang tut
Akar galang-galing
Siape nyang kentut
Ditembak raja maling
Demikianlah
sifat koocak orang Betawi. Kelucuan itu membangun optimisme dalam menghadapi
kehidupan. Kelucuan itu suatu bumbu, bukan karakter.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar